Minggu, 12 Maret 2017

Handphone Baru Dari Bapak -Part I





 Anak-anak, kalian kerjakan halaman 31, ya! Kalau ada jawaban yang tidak ada di buku, kalian boleh searching di internet, dan jangan berisik! Kerjakan sendiri-sendiri,” jelas Bu Hera. “Iya, Bu,” jawab seluruh murid kelas X-5 bersamaan. Di saat yang lain sibuk mengerjakan soal yang ada di buku, dengan mencari jawabannya dari ponsel pintar mereka masing-masing. Andin justru hanya terdiam. Kepalanya menunduk ke bawah, memandangi ponsel miliknya dengan iba. “Gimana gue bisa searching, HP gue aja jelek begini, enggak ada internetnya,” katanya dalam hati.

“Andin?” Andin menoleh kepada teman sebangku yang memanggilnya, “Iya?”
“Lo kenapa? Kok enggak ngerjain?”
“Hm... enggak apa-apa, kok,” jawab Andin. “Oh iya, Mir. Gue boleh pinjem HP lo?”
“Emangnya HP lo ke mana?” tanya Mira.
“Gue enggak bawa HP hari ini,” jawab Andin bohong.
“Oh gitu... yaudah nih, pakai aja,” kata Mira sambil menyerahkan ponselnya pada Andin.
Andin menerima ponsel itu. “Makasih, Mir.” Ketika ponsel milik Mira sudah berada di tangannya, Andin memandangi ponsel itu dengan kagum. Ini adalah kali pertama dia memegang ponsel pintar berharga selangit milik Mira, setelah dua bulan mereka menjadi teman sebangku. “HP-nya Mira bagus banget, sih. Gue jadi pengen punya HP kayak gini. Tapi ... kalau gue minta HP baru, Bapak mau beliin enggak, ya?”  batinnya.

[.]

“Andin!Andin sedang berjalan sepulang sekolah, ketika seseorang memanggil dari arah belakang. Dia pun menoleh dan mendapati Deni sedang berjalan ke arahnya. Mereka berdua satu sekolah, hanya saja beda kelas.
“Deni? Ada apa?” tanya Andin pada teman dari SMPnya itu.
“Besok Sabtu sore dateng ya ke acara ultah gue, di Cafe Heaven depan sekolah itu, lo tahu kan?” jawab Deni.
“Oh iya gue tahu, kok,” kata Andin. “Sori ya, Den, gue sih pengen banget dateng, tapi enggak bisa kasih apa-apa, lo tahu sendirilah kenapa.”
Deni tersenyum. “Lo enggak usah bawa apa-apa, Ndin. Lo dateng aja gue udah seneng.”
“Ya ampun, Den. Gue jadi enggak enak, deh,” kata Andin. “Oke kalau gitu, gue bakal dateng,” lanjutnya sambil tersenyum juga.

Besoknya, Andin sudah bersiap untuk pergi ke acara ulang tahun Deni di Cafe Heaven depan sekolah. Dia naik angkutan umum untuk menuju tempat tersebut.
Dengan dress biru dongker selutut yang sudah terjahit di mana-mana, tatanan rambut yang hanya dijepit, juga sendal jepit biru yang sudah lusuh, Andin memasuki Cafe itu. Di dalam, dia langsung disambut oleh Deni.
Deni mempersilakan Andin untuk duduk di antara teman-temannya yang lain.
Begitu Andin berjalan menuju kursinya, teman-teman perempuan Deni banyak yang melirik Andin dengan tatapan seperti, “Ini cewek gembel dari mana?” Tapi sebaliknya, Andin justru merasa minder berada di antara teman-teman Deni yang notabene nya orang kaya semua. Di tempat ini, yang membuat Andin merasa iri adalah ponsel yang mereka gunakan. Ponsel pintar berharga selangit semua. Yang jika dibandingkan, lebih mahal ponsel mereka daripada harga becak bapaknya jika dijual.
Sementara dia? Dia hanya menggunakan sebuah ponsel kecil. Tidak ada kamera. Tidak ada internet, dan sudah dilakban di bagian tertentu. Di tengah-tengah acara, ketika semua orang di pesta ini sedang asik berfoto-foto dengan ponsel mereka masing-masing, Andin hanya bisa menyaksikan dari tempatnya. Menatap sedih ponselnya yang tidak berguna sama sekali selain digunakan untuk menelpon dan mengirim pesan. Rasanya Andin ingin membanting ponsel tersebut dan minta kepada bapaknya untuk membelikannya ponsel baru yang lebih bagus. Saking kesalnya dengan ponselnya, dia pergi ke toilet dan meninggalkan ponsel tersebut di atas meja.
Setelah beberapa saat dia kembali, ternyata ponselnya sedang berada di tangan seorang cewek kaya dengan ponsel tipe iphone 7 di genggamannya. “HP siapa nih? Gila jadul banget HAHAH ini tahun 2017, masih jaman pakai HP beginian? HAHAH,” cewek itu membuat lelucon dengan menghina ponsel Andin kepada teman-temannya.
“Jelek banget lagi, udah gitu banyak lakbannya. Gembel abis ini HP! Enaknya buat nimpuk tikus ini mah HAHAH.”
Cewek itu benar-benar ingin melempar ponsel Andin, ketika Andin berlari dan menahan tangannya. “Jangan.lempar.HP.gue!” kata Andin penuh penekanan pada cewek itu.
Cewek tersebut sedikit terkejut karena Andin tiba-tiba mencekal tangannya. Tapi setelah itu, dia tertawa geli. “Jadi, ini HP punya lo? HAHAH, yaampun udah gue duga, sih, sebenernya,” kata cewek itu.
“Balikin HP gue!” seru Andin, karena cewek itu belum juga mengembalikan ponselnya.
Bukannya mengembalikan ponsel Andin, cewek itu justru malah mengiming-iming ponsel Andin seolah ponsel itu adalah sebuah sampah.
“BALIKIN HP GUE!” kali ini Andin berteriak. Suasana pun berubah jadi hening.
“Enggak usah teriak-teriak ke gue! Lo pikir gue mau sama HP lo yang gembel ini? Bakal gue balikin,” kata cewek itu. “Tuh lo ambil sendiri.”
Cewek itu melempar ponsel Andin sampai membuat Andin terperangah. Saat Andin menengok ke belakangnya, ternyata ponselnya itu ditangkap oleh Deni.
“HP siapa ini?” tanya Deni pada semua yang ada di sana.
Andin yang melihat hal itu pun langsung menghampiri Deni dan merebut ponselnya.
“Ini HP gue!”
“Andin?” Deni kaget karena melihat Andin menangis. “Lo kenapa?”
“Bukan urusan lo!” setelah berkata begitu, Andin langsung berlalu pergi dari tempat itu.


[R.A]- (Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Menu :