Belum juga lulus ujian akhir, sekitar 80 persen siswa SMK
Negeri 9 Jakarta sudah 'dilirik' banyak perusahaan di Jakarta untuk ditarik
bekerja. Sisanya, ada yang meneruskan kuliah, menikah ataupun memilih bekerja
ke luar negeri. Hal ini pula yang menjadi alasan Yudistira, Andi Mariam dan
Icha Solicha memilih sekolah di SMK. "Soalnya, di dunia luar banyak yang
bilang, kalau mau cepat kerja, masuk SMK 9 aja," cetus Andi.
Tidak semua sekolah kejuruan menyiapkan bekal yang cukup bagi siswanya untuk
bisa diterima bekerja di perusahaan-perusahaan ataupun instansi pemerintah.
Lokasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 9 yang semula bernama SMEA 5
ini terletak di pusat niaga Glodok dan Mangga Dua memang sangat strategis
untuk pengembangan kurikulum dan sinkronisasi praktek kejuruan. SMK Negeri 9
ini termasuk dalam kelompok Bisnis dan manajemen, dengan program studi
Akuntansi, Sekretaris dan Penjualan.
Menurut Gindo Sihombing, Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, daya serap
lulusan SMK 9 bisa mencapai 80 prosen diterima di dunia usaha, terutama
perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa. Hal ini dilatarbelakangi
kehidupan siswa yang telah memiliki bekal wiraswasta oleh pendidikan di
keluarganya, sehingga sekolah hanya meningkatkan potensi yang telah dimiliki
oleh siswa.
"Biasanya mereka yang sudah lulus dan mendapat pekerjaan, datang sendiri
ke sekolah untuk merekrut adik-adik kelasnya bekerja. Hal ini tentu saja
makin memudahkan bagi kami menyiapkan lapangan kerja bagi siswa," ungkap
Gindo.
Prestasi yang cukup besar di masyarakat ini pula yang mendorong Lembaga
Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) untuk menjadikan SMK Negeri 9 sebagai sekolah
binaan. Khususnya siswa SMK jurusan Penjualan dikelompokkan dalam kelas
wirausaha. "Sebelumnya, sekolah binaan ini telah pula diterapkan SMK 47
sekitar 3 tahun lalu. Sedang di sekolah kami saat ini masih dalam tahap
proses menunggu dana yang sampai saat ini belum cair," cetus Sri Rahayu,
wakil Kepala sekolah bidang Humas.
Menurut Sri, untuk mencapai target sesuai kesepakatan dengan LPMP, hal
pertama yang dilakukan oleh pihak sekolah adalah mencari bibit siswa yang
nantinya dikelompok kewirausahaan.
"Target yang
dicapai 8 orang, tapi peminatnya mencapai 28 orang," tukas Sri Rahayu
menambahkan, "oleh karena itu kami menyeleksi terlebih dahulu siswa yang
berminat ini, agar lepas dari sisi bias menciptakan lapangan kerja
baru."
Kelas kewirausahaan ini, ungkap Sri, rencananya bakal menerima bantuan modal
dari LPMP sebesar Rp 4 juta. Modal tersebut bisa dibelikan produk berupa
bahan-bahan kebutuhan sehari-hari ataupun voucer (kupon isi ulang) untuk
dijual kembali ke pasaran. "Untuk tahap pertama, akan kami berikan Rp 1
juta sebagai modal pelatihan, pemberian materi, bahan-bahan dan alat-alat
sebelum mereka benar-benar membuka dunia usaha."
Perlunya siswa SMK Negeri 9 mendapat pekerja usai menamatkan sekolah, ungkap
Gindo, ditopang dengan kehidupan keluarga siswa yang ekonominya umumnya
pas-pasan. Oleh karena itu, tak sedikit siswa yang memiliki keinginan harus
mendapat perkejaan setelah lulus ujian. Semangat inilah yang memacu mereka
untuk aktif terjun ke lapangan, berbekal pengalaman sewaktu magang di kelas
II melakukan Praktek Kerja Dunia Industri.
Yudistira misalnya, siswa kelas III yang juga mantan OSIS ini merasa
tertantang untuk segera menyelesaikan sekolah dan diterima bekerja di
perusahaan manapun, karena kondisi keluarga yang tidak memungkinkan baginya
meneruskan kuliah. "Setelah lulus sekolah, rencana saya ingin kerja dulu
2 tahun, baru melanjutkan kuliah," cetus anak keenam dari tujuh
bersaudara yang ayahnya bekerja sebagai nelayan ini.
Demikian halnya dengan Andi Mariam, Icha Solicha maupun teman-teman di SMK Negeri
9 lainnya. Sebagian besar mereka berpendapat dengan bekerja berarti
meringankan beban keluarga dan menjadi jalan memasuki jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. "Kalau sudah punya modal dari hasil bekerja kita kan bisa
meneruskan sekolah ke perguruan tinggi. Yah kalau bisa sih, kerja sambil
kuliah," cetus Andi dan Icha. RW
Laporan: Rahmawati
|